Pagi
hari berganti dengan dinginnya malam. Sang surya yang panas, tergantikan dengan
lembutnya sinar rembulan. Hari demi hari telah terganti. Setiap bulan telah
dilewati. Setiap tahun telah dipijaki. Tetapi, mengapa Satrio masih belum
menemukan tambatan hati?. Apakah ini sebuah takdir dari Tuhan?. Apa benar Tuhan
itu adil?. Memang Satrio tidak pantas untuk berkata seperti, tapi kapan cinta
itu datang. Sampai kapan Satrio harus menunggu?. Sudah !! Cukup hentikan semua
khayalan ini !! Tolol !!
Satrio
hanyalah seorang lelaki biasa, simple, kaya, tetapi penuh makna. Makna tentang
cinta. Meskipun dia telah berpacaran beberapa kali, tetapi tetap saja. Hanya
rasa sakit yang ia terima. Wajar saja, Satrio adalah keturunan orang kaya. Tak
sedikit perempuan yang ingin mendampingi hidup Satrio hanya karena harta. Bukan
cinta. Memang,semua bisa dibeli dengan uang. Tetapi, semua itu akan percuma
jika tidak merasakan indahnya cinta dan kebahagiaan. Hidup tanpa cinta, sama
saja seperti hidup di ruang hampa udara. Gelap. Kosong. Itu yang Satrio
rasakan.
Sama
halnya dengan murid lain. Pagi ini Satrio harus berangkat pagi untuk menuntut
ilmu. Dengan langkah tergesa-gesa, Satrio langsung saja menaiki mobilnya tanpa
berpamitan kepada kedua orang tuanya. Orang tua yang selalu sibuk dengan
pekerjaan. Pekerjaan yang hanya bisa menghasilkan uang, bukan kebahagiaan.
Saat
disekolah, bisa dibilang Satrio adalah salah satu murid terpandai di kelas. Tak
jarang dia dipuji oleh guru dan teman-temannya. Tetapi saat istirahat tiba,
Satrio hanya sendirian. Hanya kesepian yang ia rasakan. Satrio memang belum
pernah merasakan kebahagiaan. Datang seorang perempuan berparas ayu untuk
menghampiri Satrio. Dinda namanya.