Bab 1 : Awal yang Berbeda
Malam ini terasa berbeda. Malam yang biasanya sunyi dan sepi yang terasa kini hilang. Malam ini ramai riuh suara kendaraan terdengar membengkakkan telinga. Hujan lebat yang mengguyur malam ini menambah keramaian kota. Suara klakson kendaraan terus berbunyi dengan nyaring. Terdengar teriakan-teriakan keluar dari mulut pengendara. Hujan yang membuat malam itu semakin kelam. Indahnya sinar Bulan tak terlihat. Bintang - bintang malam tak lagi menunjukkan keindahannya. Hanya ada beberapa lampu disetiap ujung jalan yang masih menyala. Rendy mulai mempercepat langkah kakinya, berharap hujan tidak membasahi sekujur tubuhnya.
Malam ini terasa berbeda. Malam yang biasanya sunyi dan sepi yang terasa kini hilang. Malam ini ramai riuh suara kendaraan terdengar membengkakkan telinga. Hujan lebat yang mengguyur malam ini menambah keramaian kota. Suara klakson kendaraan terus berbunyi dengan nyaring. Terdengar teriakan-teriakan keluar dari mulut pengendara. Hujan yang membuat malam itu semakin kelam. Indahnya sinar Bulan tak terlihat. Bintang - bintang malam tak lagi menunjukkan keindahannya. Hanya ada beberapa lampu disetiap ujung jalan yang masih menyala. Rendy mulai mempercepat langkah kakinya, berharap hujan tidak membasahi sekujur tubuhnya.
Tok ! Tok ! Tok !
Perlahan Rendy membuka pintu rumah. Suara langkah kaki terdengar semakin cepat dari dalam rumah. Seketika seorang wanita berparas ayu dan berambut panjang datang dan memberi pelukan hangat pada Rendy yang baru saja pulang entah darimana.
“ Kamu darimana aja sih Rendy?. Aku khawatir tahu. ” ucap wanita itu dengan penuh rasa heran.
“
Ya tadi aku cuma keliling - keliling aja Aurel, pengen lihat keadaan sekitar.
Maaf ya udah bikin kamu khawatir.” jawab Rendy.
“
Iya deh gak apa apa. Udah kamu mandi dulu aja, habis itu langsung makan
bersama. Udah ditunggu Mami tuh !.” ucap Aurel yang saat itu sedang membawa
handuk untuk Rendy pakai.
“
Siap Bos !.”, jawab Rendy sekenanya.
Setelah mandi dan berganti pakaian, Rendy segera melangkahkan kakinya ke meja makan untuk makan bersama.
“Ayo
duduk sini Rendy.” ucap wanita tua yang duduk disebelah Aurel.
“
Oh, iya tante.”, jawab Rendy dengan
santun.
“
Biasa aja Ren! Hahaha. Panggil Mami aja biar enak.”, ujar Aurel yang memotong
pembicaraan Rendy dengan Mami.
“
Iya iya Rel. Udah diam!”, sahut Rendy.
“
Udah udah, kalian jangan bertengkar. Gimana rasanya tinggal disini, di
Surabaya? Ya meskipun kamu baru beberapa hari disini.”, ucap Mami.
“
Rasanya itu...... Membingungkan,”, ucap Rendy perlahan dengan menunjukkan
senyum manisnya pada Mami.
Benar saja, Rendy bingung menjelaskan semua yang telah dilihatnya hari ini. Sangat berbeda dari biasanya. Rendy adalah
saudara jauh dari Aurel. Sebelumnya Rendy tinggal di daerah desa yang jauh dari keramaian dan kesibukan kota. Nganjuk. Kini, Rendy harus mengikuti jejak sepupunya untuk kuliah di salah satu perguruan tinggi yang ada di Surabaya. Kota Pahlawan. Antara Nganjuk dan Surabaya sangat jauh berbeda. Nganjuk adalah kota kecil yang menyimpan banyak keindahan, keramahan penduduknya, sawah yang terhampar luas sedap dipandang mata. Sedangkan Surabaya adalah kota besar yang memiliki gedung-gedung bertingkat, kendaraan dimana-mana, seakan kota ini tidak pernah lelah untuk menghasilkan uang setiap harinya. Hidup hanya untuk bekerja, bekerja, dan bekerja. Ya inilah kota metropolitan. Kota Surabaya.
“ Yasudah. Rencananya kamu mau kuliah di jurusan apa, nak?”
“
Hmm. Rencananya sih mau masuk di jurusan
kesenian. Aku suka menggambar, Mam.”, jawab Rendy sedikit bingung.
“
Bagus deh kalo gitu. Mami selalu dukung kamu kok selama hal itu berguna buat
kamu, Nak. Udah ayo kita makan dulu, dari tadi ngobrol terus.”.
“ Iya Mam.”, jawab Aurel dan Rendy bersamaan.
Makan malam telah selesai. Kini saatnya Rendy untuk kembali ke kamar tidurnya. Dengan sedikit membungkukkan badannya, dia memandang rintikan hujan yang jatuh dari atap rumah. Dengan ditemani kopi panas yang ia bawa. Berharap besok tidak terjadi hal kacau seperti hari ini. Perlahan Rendy meminum kopi itu. “Ahh.. Lega.”. Ya itulah yang terasa dari nikmatnya secangkir kopi dimalam hari yang dingin ini. Kopi ini bagaikan hidup kita. Awalnya terasa panas saat dimulut, tetapi terasa hangat dan nyaman saat sudah sampai di perut. Begitu juga dengan hidup, awalnya kita harus bersusah payah untuk mencari uang maupun kedudukan yang tinggi di masyarakat, setelah itu kita bisa menikmati hasil yang sudah kita capai selama ini dengan bangga.
*****
Hujan lebat
membasahi langit kota Surabaya semalam. Embun-embun pagi masih tampak pada
dedaunan yang berjejer rapi. Sang surya perlahan menunjukkan sinarnya, dan
burung-burung menunjukkan betapa indahnya bulu-bulu mereka.
Kriing !! Kriing
!! Kriing !!
Alarm telah
berbunyi. Menandakan datangnya pagi. Ya, hari ini adalah hari pertama Rendy
kuliah. Seperti biasa, hari pertama kuliah berarti juga hari pertama masa
orientasi bagi siswa baru. Hari ini jelas Rendy tidak ingin dihukum dihari
pertama kuliahnya, hal ini terlihat saat Rendy sedang tergesa-gesa membereskan
buku yang akan dibawanya.
“ Aduh.. Tenang
aja dong Ren. Waktunya masih banyak.”, ucap Aurel.
“ Aduh, Apa ya
yang belum? Buku, bolpoint, perlengkapan
kemah, okey semoga aja gak ada yang ketinggalan nih.”, ucap Rendy tanpa
memperdulikan Aurel yang sedang bicara dengannya.
“ Ha?
Perlengkapan kemah? Emang kamu mau kemana bawa tenda segala? Masa orientasi
macam apa itu.”, ejek Aurel.
“ Mau kemah di
Cuban Rondo, itu tuh yang ada di Malang. Nanti aku nginap disana dua hari. Mami
aja udah tahu kok. Udah kalau iri bilang aja. Hahaha!.” jawab Rendy dengan
sedikit mengejek. “ Okey, udah semua nih kelihatannya. Oke ayo berangkat!”
tambahnya.
“ Oke deh. Pakai mobil aku aja ya. Mam, kita
berangkat dulu ya.” ucap Aurel dengan mencium tangan Mami
Sesampainya
disekolah baru Rendy, Aurel langsung kembali pulang kerumah dengan mobil warna merah
mudanya itu. Sebagai mahasiswa baru, Rendy hanya bisa menoleh kekiri maupun
kekanan, berharap ada mahasiswa lain yang ia kenal. Jam menunjukkan pukul
lima-tiga puluh pagi, padahal semua mahasiswa baru rencananya baru akan
berangkat jam enam pagi. Ya Rendy hanya bisa menunggu dan menunggu. Saat dalam
perjalanan menuju kantin, langkahnya terhenti seketika saat melihat mahasiswi
lain yang sedang menuju kantin juga. “ Bidadari....”, ucap Rendy setelah
melihat perempuan yang lewat didepannya tadi. Perlahan Rendy mengikuti
perempuan itu. Lalu perempuan itu duduk disebuah kursi yang ada di kantin,
masih dengan rasa kagum, Rendy duduk tidak jauh dari perempuan misterius itu
agar wajah cantiknya itu tetap terlihat pada pandangan mata Rendy. Tidak jarang
perempuan itu menatap ke arah Rendy, mungkin karena dia risih dengan ulah
Rendy. Saat dengan enak-enaknya makan, ternyata perempuan misterius tadi sudah
menghilang dari pandangan Rendy. Entah kemana perempuan itu pergi, yang pasti
Rendy sudah menemukan kebahagiannya disini.
Priit !! Priit
!!
Peluit dari para
senior sudah berbunyi. Mahasiswa lain dengan sigap berbaris didepan kakak
senior. “Okey, kita kali ini akan mengadakan perkemahan di Cuban Rondo. Saya
harapkan kalian disana bisa jaga etika baik kalian. Jangan aneh-aneh!. Udah
sekarang masuk ke bus masing-masing.”, intruksi dari kakak ketua. Setelah
diberikan perintah dari kakak senior, kami langsung masuk ke dalam bis
masing-masing.
*****
Pagi yang sangat
dingin disini. Cuban Rondo. Burung – burung bernyanyi. Pohon - pohon menari
tertiup genitnya angin dipagi hari. Seakan alam mengatakan salam kepada kita.
Betapa indahnya dunia.
Pagi ini para
mahasiswa baru sampai di Cuban Rondo pukul delapan tepat. Hanya suasana sejuk
yang terasa. Jauh dari keramaian kota. Asap kendaraan pun tidak terasa disini,
hanya udara sejuk yang Rendy rasakan. Seperti dikampung. Perlahan Rendy
menghirup udara sejuk yang terasa disini, udara yang tidak akan ditemukan di
kota besar seperti Surabaya. Rendy melangkahkan kakinya keluar dari bus. Secara
bersamaan, dia melihat perempuan yang sama saat Rendy sedang dikantin tadi
pagi. Perempuan yang mampu membuat mata Rendy terfokus padanya. Perempuan yang
mampu membuat hidup Rendy lebih berwarna. Dari kejauhan Rendy masih bisa
melihat perempuan itu dengan kaca mata yang dipakainya, mata Rendy seakan
terfokus hanya untuk memandang paras ayu perempuan yang belum ia kenal itu.
Beberapa menit
kemudian kakak – kakak senior memanggil siswa baru untuk berkumpul di lapangan
yang sudah disediakan. Satu per satu kakak senior memberikan setiap murid
sebuah nomor. Ternyata nomor tersebut untuk membagi kamar masing-masing
mahasiswa baru. Dengan pasti Rendy melangkahkan kakinya ke kamar bernomor
dua-kosong-satu. Disana ia berhenti untuk menunggu teman sekamarnya, tentu dia
lah yang membawa kunci dikamar itu. Beberapa menit setelah Rendy menunggu,
datang seorang lelaki berperawakan tinggi yang membawa kunci kamar ditangannya.
Bertuliskan nomor dua-kosong-satu.
“Hai..kamu
dikamar dua-kosong-satu juga?.” ucap ku membuka pembicaraan.
“Oh iya. Salam kenal
ya. Nama ku Gabriel Santoso. Panggil aja Gabriel. Nama kamu siapa?.” jawabnya,
dengan senyum manis yang menggantung dibibirnya, hidungnya mancung dan bermata
agak kecoklat-coklatan.
“Salam kenal
juga. Nama ku Rendy Kurniawan.” jawabku.
“Okey Ren, ayo
kita masuk!”.
“Okey!” sahut ku
sekenanya.
Hari ini tidak
ada pengarahan lagi dari kakak senior. Mereka hanya membiarkan mahasiswa yang
mengikuti masa orientasi untuk berkeliling daerah Cuban Rondo. Ya, hari ini
memang berbeda. Tidak ada asap kendaraan. Tidak ada keramaian.Yang ada hanya
kedamaian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar