Jumat, 15 Maret 2013

Bertahan Karena Cinta : Bab 2


Bab 2 : Perkenalan Indah

Pagi mulai tiba. Perlahan sang surya mengintip dari pegunungan yang berjejer. Burung-burung bernyanyi dengan mengepakkan kedua sayapnya untuk menembus awan. Dinginnya pagi ini tidak mereka hiraukan, diselimuti kabut yang turun pagi ini menambah indahnya pagi.

Di kamar dua-kosong-satu, Rendy masih terlelap dalam tidurnya.  Pria putih dan berhidung mancung ini mungkin kelelahan. Semalam ia harus melawan hawa dingin yang menyerang tulang dan persendiannya sehingga ia hanya bisa meringis meskipun tumpukan selimut telah ia pakai untuk menghangatkan badan. Meskipun tertidur, Rendy masih bisa mendengarkan apa yang terjadi. Perlahan ia mendengarkan langkah kaki yang terdengar semakin lama semakin keras menuju kearahnya.

“Ren... Rendy. Ayo bangun!” ucap pria bertubuh tegap itu seraya menggerakkan tubuh Rendy agar terbangun dari mimpinya.
“Ahh.. Ada apa sih? Masih ngantuk nih!”, jawabnya lemah
“Udah pagi Ren.Aku siram nih!”
“Okey.. Okey. Aku bangun nih. Ganggu orang lagi tidur aja!” celotehnya.

Perlahan Rendy melepaskan selimut yang menempel ditubuhnya. Berdiri dan mengambil air minum untuk menyegarkan badannya yang masih sempoyongan.

Dengan pasti Rendy melangkahkan kakinya ke luar untuk melihat keadaan sekitar. Sarung yang masih bergelantungan dibahunya membawa kesan ‘kampungan’ pada diri Rendy. Seraya merentangkan kedua tangannya, ia menatap setiap benda disekelilingnya dengan teliti. Dari kejauhan terlihat seseorang bertubuh tinggi, lekukan tubuhnya membuat orang itu semakin mempesona. Perlahan kabut yang menutupi pandangan mata, kini menghilang tersapu angin yang semakin berhembus dengan cepat.
Seiring dengan hilangnya kabut, tubuh molek orang itu terlihat dengan jelas. Ternyata itu
‘dia’. Wanita yang Rendy idam-idamkan sejak pertama kali melihatya di kantin. Kedua matanya terbuka dengan lebar melihat wanita itu. Tanpa Berkedip. Rendy hanya bisa tersenyum manis melihat wanita yang dicintainya itu. Tanpa kata. Tanpa suara. Mungkin wanita itu mendengarkan kata hati Rendy. Wanita itu berbalik dan menatap mata Rendy. Pandangan mereka bertemu pada satu titik. Meskipun jauh, itu tidak jadi penghalang bagi mereka.
Apakah ini rasanya jatuh cinta?

*****

Matahari sudah di atas kepala. Terik matahari yang panas tidak membuat semua mahasiswa baru kelelahan. Dengan hamparan sawah dikanan-kiri, mereka merasa lebih dekat dengan alam. Terik matahari yang panas kini tak mereka hiraukan lagi.

“Liat tuh. Ada orang buang hajat disana”, ucap Rendy membuka pembicaraannya dengan Gabriel seraya menunjukkan arah orang yang ia maksud.
“Hahaha. Udah Ren, kasian orang itu kalau diliatin terus.”, tukas Gabriel. “Nanti kalau diliatin terus gak keluar-keluar tuh barangnya. Hahaha”, sambungnya.
“Hey. Onok opo rek? Ada yang seru nih kelihatannya”, ucap seorang lelaki bertubuh kurus dan berkulit sawo matang tersebut.
“Hahaha. Gak kok. Cuma ngeliatin orang lagi buang hajat aja”, jawab Rendy
“Haha. Ada ada aja kalian iki. Udah jangan diliatin terus. Ayo kita lanjutin perjalanannya, disana masih banyak hal yang masih bisa kalian liat dan lebih menarik daripada ini”
Iyo-iyo. Tenang aja Gas. Ayo deh lanjut!”, jawab Rendy sambil melihat ke arah papan nama yang ada di almamater temannya itu, bertuliskan Raden Bagaskara. Pria berperawakan jawa, hidung mancung, tingginya hanya sebahu Rendy.

Matahari terus bergerak ke barat sejalan dengan jam yang menunjukkan pukul lima sore. Sore ini terlihat lebih indah. Cahaya matahari mengintip dari balik pegunungan, mengucapkan selamat tinggal dan akan datang kembali esok hari. Pemandangan yang jarang kita temukan di kota besar.

Di latar penginapan, tiga lelaki saling bertukar cerita mereka masing-masing. Rendy Kurniawan. Gabriel Santoso. Raden Bagaskara. Ketiga lelaki ini memiliki banyak hal yang berbeda dari diri mereka. Meskipun mereka baru kenal kemarin, ikatan persahabatan mereka begitu kuat. Mereka tidak bisa terpisahkan. Satu hal yang sangat sering mereka bicarakan, wanita yang mampu membuat Rendy luluh meskipun hanya melihatnya dari jauh. Siapakah dia?.  Pertanyaan yang belum terjawab sampai sekarang.

Sore ini mereka bertiga mencoba untuk berjalan santai mengelilingi camp. Berharap menemukan hal yang tak terduga. Berharap bisa bertemu perempuan itu. Perlahan tapi pasti mereka bertiga melangkahkan kaki mengelilingi camp. Belum ada yang terjadi. Tiga puluh menit berlalu, tapi tidak ada yang spesial. Membosankan.

*****

Hari mulai beranjak malam. Kini sang surya digantikan oleh bulan yang menerangi malam, ditemani dengan bintang-bintang yang bertaburan di angkasa luar. Malam ini bintang-bintang bersinar cukup terang. Pemandangan malam yang jarang terjadi di kota. Suara hewan-hewan menemani rintikan air yang mulai membasahi atap rumah. Suara alam yang menenangkan.

Malam ini adalah malam terakhir di Cuban Rondo. Sudah dua hari para mahasiswa baru menginap dan berpetualang disini. Sudah banyak pengalaman yang diberikan kakak pembina disini. Tapi sayang, Rendy tidak bisa bertemu dengan perempuan yang ia idamkan. Rendy hanya bisa melihat perempuan itu dari jauh. Mungkin ini takdir dari Tuhan, hanya bisa memandang tanpa bisa mengenal.

Bus untuk mengantar mereka pulang sudah tiba di tempat. Para mahasiswa mulai mendekat dan masuk ke dalam bus. Rendy melangkahkan kakinya dengan perlahan, sedikit membungkukkan badannya karena kecewa. Kecewa tidak betemu dengan perempuan yang ia cinta. Pantaskah ini disebut cinta?. Rendy terus berjalan dengan membungkuk tanpa memperhatikan apa yang ada didepannya. Jaraknya tinggal beberapa langkah kaki lagi sebelum menaiki bis, tapi dia menabrak seseorang yang ada didepannya. Rendy hanya melihat celana jeans berwarna kehitaman, sepatu bertuliskan Nike berwarna hitam dengan garis berwarna biru dan gantungan bertuliskan ‘Dita’ ditasnya. Tidak banyak hal yang bisa dilakukan Rendy, dia hanya bisa terdiam dan masih menundukkan kepalanya tanpa melihat wajah orang tersebut.

Rendy mulai berjalan memasuki bis yang ditumpangi sekitar empat puluh mahasiswa. Berhubung Rendy adalah mahasiswa terakhir yang masuk ke dalam bis, ia tidak punya pilihan lagi dan hanya bisa duduk di satu kursi yang sudah tersedia. Setelah duduk di kursi, Rendy tetap saja hanya bisa menundukkan kepalanya tanpa harus melihat siapa teman yang ada disebelahnya. “Aku ada di bus enam, sementara dia, di bus 10”, gumamnya. Secara tidak sengaja, Rendy melihat gantungan bertuliskan ‘Dita’ dan sepatu yang sama disaat dia menabrak seseorang sebelum memasuki bis.

Dengan teliti Rendy melihat barang yang dibawanya. Betapa terkejutnya ia setelah melihat wajah itu. Wajah yang sama, wajah yang ia lihat di pagi hari saat embun mulai menghilang. Perempuan itu. Perempuan yang Rendy cari. Apa ini hanya kebetulan?. Mulut Rendy hanya bisa terkunci saat memandangi wajah cantik perempuan itu. Terlihat lebih jelas dari sini. Hidungnya mancung, rambut lurus dan panjang, berkulit putih. Memakai kontak lensa berwarna biru yang makin membuat kecantikan perempuan itu lebih keluar. Perempuan itu perlahan juga menatap mata Rendy. Sampai akhirnya tatapan mereka bertemu pada satu titik yang indah, tanpa ada penghalang, dan dari jarak yang dekat.

“Oh iya, maaf ya soal yang tadi. Aku udah nabrak kamu. Maaf banget ya.”, ucap Rendy yang masih menyimpan rasa gugup dihatinya.
“Iya gak masalah kok. Perkenalkan nama ku Dita Dwi Permata. Panggil aja Dita”, senyuman manis perempuan itu terpancar saat ia mengucapkan namanya. “Nama kamu siapa?”
“Na.. na..nama ku Rendy Kurniawan. Panggil aja Rendy”, rasa gugup di hati Rendy terasa makin kuat sehingga ia terbata-bata saat berbicara.

Setelah mereka melakukan percakapan beberapa menit, bus tiba-tiba sunyi. Hanya ada suara roda bis yang berputar melindas aspal di malam hari. Mahasiswa yang lain sedang tertidur lelap. Bulan dan bintang masih bersinar dengar terang, seakan mereka bahagia melihat Rendy dekat dengan orang yang ia cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar