Bab 2 : Perkenalan Indah
Pagi mulai tiba.
Perlahan sang surya mengintip dari pegunungan yang berjejer. Burung-burung
bernyanyi dengan mengepakkan kedua sayapnya untuk menembus awan. Dinginnya pagi
ini tidak mereka hiraukan, diselimuti kabut yang turun pagi ini menambah
indahnya pagi.
Di kamar
dua-kosong-satu, Rendy masih terlelap dalam tidurnya. Pria putih dan berhidung mancung ini mungkin
kelelahan. Semalam ia harus melawan hawa dingin yang menyerang tulang dan
persendiannya sehingga ia hanya bisa meringis meskipun tumpukan selimut telah
ia pakai untuk menghangatkan badan. Meskipun tertidur, Rendy masih bisa
mendengarkan apa yang terjadi. Perlahan ia mendengarkan langkah kaki yang
terdengar semakin lama semakin keras menuju kearahnya.
“Ren... Rendy.
Ayo bangun!” ucap pria bertubuh tegap itu seraya menggerakkan tubuh Rendy agar
terbangun dari mimpinya.
“Ahh.. Ada apa
sih? Masih ngantuk nih!”, jawabnya
lemah
“Udah pagi
Ren.Aku siram nih!”
“Okey.. Okey. Aku
bangun nih. Ganggu orang lagi tidur aja!” celotehnya.
Perlahan Rendy
melepaskan selimut yang menempel ditubuhnya. Berdiri dan mengambil air minum
untuk menyegarkan badannya yang masih sempoyongan.
Dengan pasti
Rendy melangkahkan kakinya ke luar untuk melihat keadaan sekitar. Sarung yang
masih bergelantungan dibahunya membawa kesan ‘kampungan’ pada diri Rendy.
Seraya merentangkan kedua tangannya, ia menatap setiap benda disekelilingnya
dengan teliti. Dari kejauhan terlihat seseorang bertubuh tinggi, lekukan
tubuhnya membuat orang itu semakin mempesona. Perlahan kabut yang menutupi
pandangan mata, kini menghilang tersapu angin yang semakin berhembus dengan
cepat.
Seiring dengan
hilangnya kabut, tubuh molek orang itu terlihat dengan jelas. Ternyata itu
‘dia’. Wanita yang Rendy idam-idamkan sejak pertama kali melihatya di kantin. Kedua matanya terbuka dengan lebar melihat wanita itu. Tanpa Berkedip. Rendy hanya bisa tersenyum manis melihat wanita yang dicintainya itu. Tanpa kata. Tanpa suara. Mungkin wanita itu mendengarkan kata hati Rendy. Wanita itu berbalik dan menatap mata Rendy. Pandangan mereka bertemu pada satu titik. Meskipun jauh, itu tidak jadi penghalang bagi mereka.
‘dia’. Wanita yang Rendy idam-idamkan sejak pertama kali melihatya di kantin. Kedua matanya terbuka dengan lebar melihat wanita itu. Tanpa Berkedip. Rendy hanya bisa tersenyum manis melihat wanita yang dicintainya itu. Tanpa kata. Tanpa suara. Mungkin wanita itu mendengarkan kata hati Rendy. Wanita itu berbalik dan menatap mata Rendy. Pandangan mereka bertemu pada satu titik. Meskipun jauh, itu tidak jadi penghalang bagi mereka.
Apakah ini rasanya jatuh cinta?
*****
Matahari sudah
di atas kepala. Terik matahari yang panas tidak membuat semua mahasiswa baru
kelelahan. Dengan hamparan sawah dikanan-kiri, mereka merasa lebih dekat dengan
alam. Terik matahari yang panas kini tak mereka hiraukan lagi.
“Liat tuh. Ada
orang buang hajat disana”, ucap Rendy membuka pembicaraannya dengan Gabriel
seraya menunjukkan arah orang yang ia maksud.
“Hahaha. Udah
Ren, kasian orang itu kalau diliatin terus.”, tukas Gabriel. “Nanti kalau
diliatin terus gak keluar-keluar tuh
barangnya. Hahaha”, sambungnya.
“Hey. Onok opo rek? Ada yang seru nih
kelihatannya”, ucap seorang lelaki bertubuh kurus dan berkulit sawo matang
tersebut.
“Hahaha. Gak
kok. Cuma ngeliatin orang lagi buang hajat aja”, jawab Rendy
“Haha. Ada ada
aja kalian iki. Udah jangan diliatin
terus. Ayo kita lanjutin perjalanannya, disana masih banyak hal yang masih bisa
kalian liat dan lebih menarik daripada ini”
“Iyo-iyo. Tenang aja Gas. Ayo deh
lanjut!”, jawab Rendy sambil melihat ke arah papan nama yang ada di almamater
temannya itu, bertuliskan Raden Bagaskara. Pria berperawakan jawa, hidung
mancung, tingginya hanya sebahu Rendy.
Matahari terus
bergerak ke barat sejalan dengan jam yang menunjukkan pukul lima sore. Sore ini
terlihat lebih indah. Cahaya matahari mengintip dari balik pegunungan,
mengucapkan selamat tinggal dan akan datang kembali esok hari. Pemandangan yang
jarang kita temukan di kota besar.
Di latar
penginapan, tiga lelaki saling bertukar cerita mereka masing-masing. Rendy
Kurniawan. Gabriel Santoso. Raden Bagaskara. Ketiga lelaki ini memiliki banyak
hal yang berbeda dari diri mereka. Meskipun mereka baru kenal kemarin, ikatan
persahabatan mereka begitu kuat. Mereka tidak bisa terpisahkan. Satu hal yang
sangat sering mereka bicarakan, wanita yang mampu membuat Rendy luluh meskipun
hanya melihatnya dari jauh. Siapakah dia?. Pertanyaan yang belum terjawab sampai
sekarang.
Sore ini mereka
bertiga mencoba untuk berjalan santai mengelilingi camp. Berharap menemukan hal
yang tak terduga. Berharap bisa bertemu
perempuan itu. Perlahan tapi pasti mereka bertiga melangkahkan kaki
mengelilingi camp. Belum ada yang terjadi. Tiga puluh menit berlalu, tapi tidak
ada yang spesial. Membosankan.
*****
Hari mulai
beranjak malam. Kini sang surya digantikan oleh bulan yang menerangi malam,
ditemani dengan bintang-bintang yang bertaburan di angkasa luar. Malam ini
bintang-bintang bersinar cukup terang. Pemandangan malam yang jarang terjadi di
kota. Suara hewan-hewan menemani rintikan air yang mulai membasahi atap rumah.
Suara alam yang menenangkan.
Malam ini adalah
malam terakhir di Cuban Rondo. Sudah dua hari para mahasiswa baru menginap dan
berpetualang disini. Sudah banyak pengalaman yang diberikan kakak pembina
disini. Tapi sayang, Rendy tidak bisa bertemu dengan perempuan yang ia idamkan.
Rendy hanya bisa melihat perempuan itu dari jauh. Mungkin ini takdir dari
Tuhan, hanya bisa memandang tanpa bisa mengenal.
Bus untuk
mengantar mereka pulang sudah tiba di tempat. Para mahasiswa mulai mendekat dan
masuk ke dalam bus. Rendy melangkahkan kakinya dengan perlahan, sedikit
membungkukkan badannya karena kecewa. Kecewa tidak betemu dengan perempuan yang
ia cinta. Pantaskah ini disebut cinta?.
Rendy terus berjalan dengan membungkuk tanpa memperhatikan apa yang ada
didepannya. Jaraknya tinggal beberapa langkah kaki lagi sebelum menaiki bis,
tapi dia menabrak seseorang yang ada didepannya. Rendy hanya melihat celana
jeans berwarna kehitaman, sepatu bertuliskan Nike berwarna hitam dengan garis
berwarna biru dan gantungan bertuliskan ‘Dita’ ditasnya. Tidak banyak hal yang
bisa dilakukan Rendy, dia hanya bisa terdiam dan masih menundukkan kepalanya
tanpa melihat wajah orang tersebut.
Rendy mulai
berjalan memasuki bis yang ditumpangi sekitar empat puluh mahasiswa. Berhubung
Rendy adalah mahasiswa terakhir yang masuk ke dalam bis, ia tidak punya pilihan
lagi dan hanya bisa duduk di satu kursi yang sudah tersedia. Setelah duduk di
kursi, Rendy tetap saja hanya bisa menundukkan kepalanya tanpa harus melihat
siapa teman yang ada disebelahnya. “Aku ada di bus enam, sementara dia, di bus
10”, gumamnya. Secara tidak sengaja, Rendy melihat gantungan bertuliskan ‘Dita’
dan sepatu yang sama disaat dia menabrak seseorang sebelum memasuki bis.
Dengan teliti
Rendy melihat barang yang dibawanya. Betapa terkejutnya ia setelah melihat
wajah itu. Wajah yang sama, wajah yang ia lihat di pagi hari saat embun mulai
menghilang. Perempuan itu. Perempuan yang
Rendy cari. Apa ini hanya kebetulan?.
Mulut Rendy hanya bisa terkunci saat memandangi wajah cantik perempuan itu.
Terlihat lebih jelas dari sini. Hidungnya mancung, rambut lurus dan panjang,
berkulit putih. Memakai kontak lensa berwarna biru yang makin membuat
kecantikan perempuan itu lebih keluar. Perempuan itu perlahan juga menatap mata
Rendy. Sampai akhirnya tatapan mereka bertemu pada satu titik yang indah, tanpa
ada penghalang, dan dari jarak yang dekat.
“Oh iya, maaf ya
soal yang tadi. Aku udah nabrak kamu.
Maaf banget ya.”, ucap Rendy yang masih menyimpan rasa gugup dihatinya.
“Iya gak masalah
kok. Perkenalkan nama ku Dita Dwi Permata. Panggil aja Dita”, senyuman manis
perempuan itu terpancar saat ia mengucapkan namanya. “Nama kamu siapa?”
“Na.. na..nama
ku Rendy Kurniawan. Panggil aja Rendy”, rasa gugup di hati Rendy terasa makin
kuat sehingga ia terbata-bata saat berbicara.
Setelah mereka
melakukan percakapan beberapa menit, bus tiba-tiba sunyi. Hanya ada suara roda
bis yang berputar melindas aspal di malam hari. Mahasiswa yang lain sedang
tertidur lelap. Bulan dan bintang masih bersinar dengar terang, seakan mereka
bahagia melihat Rendy dekat dengan orang yang ia cinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar