Tok ! Tok ! Tok
!
Terdengar suara
pintu mulai terbuka. Entah darimana. Rendy saat ini masih sendiri. Sendiri di
ruang hampa yang tak bertepi. Hanya sendiri. Gelap. Tak ada petunjuk arah yang
menuntun ia pulang. Perlahan dia mulai mendengar suara, “Hai Rendy. Ini aku Dita”.
Suara itu?. Suara yang tidak asing
lagi baginya.
Mata yang
tadinya terpejam, kini mulai terbuka. Kini Rendy telah keluar dari ruang hampa
yang membelenggu dirinya. Terlihat Mami, Dita, dan.... siapa itu?. Berdiri
disamping Dita, bertubuh tegap dan memakai kacamata. Sama seperti.... “Pria
yang ada di Black Cafe malam itu?”, celotehnya dalam hati.
“Dita? Mami? Aku
dimana ini?”, tanya Rendy dengan nada kebingunan
“Ini di Rumah
Sakit, nak. Kamu udah pingsan selama tiga hari. Alhamdulillah kamu udah siuman
sekarang”, ucap Mami dengan wajahnya yang penuh kekhawatiran. “Udah kamu jangan
banyak gerak, ya. Kamu istirahat aja dulu.”
“Iya. Kamu
istirahat dulu aja, Ren. Aku juga mau pulang kok.”, ucap Dita memotong
pembicaraan. “Oh iya, aku sekalian mau ngenalin kamu dengan pacar aku, namanya
Rio.”
Meskipun Dita
menjelaskan semuanya dengan baik, tapi Rendy tetap saja kecewa dan terluka.
Rendy hanya diam saja seolah tak terjadi apa-apa. Semuanya berlalu dengan
cepat. Awal perkenalan mereka. Awal pertemuan mereka yang berakhir dengan
kecewa. Ini bukan tentang happy ending ataupun bad ending, tapi semua ini
tentang perasaan. Perasaan untuk mencintai, dan perasaan untuk dicintai.
Dengan pasti
Dita dan Rio meninggalkan Rendy yang terbaring lemas dengan Mami disampingnya.
Mereka mulai menjauh. Langkah kaki mereka pun mulai menghilang dari
pendengaran. Itu yang seharusnya terjadi. Pergi dan jangan pernah kembali untuk
menyakiti lagi.
Tak semudah itu mengartikan
cinta yang sebenarnya. Cinta yang sebenarnya sangat sulit untuk ditebak. Cinta
itu seperti warna abu-abu pada baju. Jika menjadi putih, cinta itu akan bersih
dan tulus dari dalam hati. Jika menjadi hitam, cinta itu penuh kebohongan dan
sangat menyayat hati. Tak jarang ada orang bijak mengatakan,
“Memang sakit melihat orang yang dicintai sedang bersama dengan orang lain, tapi lebih sakit lagi jika orang yang kamu cintai tidak bahagia bersama dirimu”. Tapi bagaimana jika kamu sangat-sangat mencintainya? Apa kamu rela dia bersama dengan orang lain?. Ya itulah cinta, satu kata yang menggambarkan beragam rasa dan cerita.
“Memang sakit melihat orang yang dicintai sedang bersama dengan orang lain, tapi lebih sakit lagi jika orang yang kamu cintai tidak bahagia bersama dirimu”. Tapi bagaimana jika kamu sangat-sangat mencintainya? Apa kamu rela dia bersama dengan orang lain?. Ya itulah cinta, satu kata yang menggambarkan beragam rasa dan cerita.
*****
Sudah lima hari
semenjak Rendy pertama kali dirawat di rumah sakit ini. Beragam cerita telah ia
alami. Beragam pelajaran tentang indahnya hidup telah ia mengerti. Semua pasien
yang ada di rumah sakit ini memang tersenyum, tapi senyum mereka bukan karena
mereka bahagia telah sakit, tapi bahagia ketika semua kerabatnya mengunjungi
dengan wajah yaang ceria. Mungkin itu yang belum Rendy mengerti tentang
indahnya kasih sayang. Tak jarang dia melupakan orang-orang didekatnya hanya
demi seseorang yang ia anggap lebih sempurna. Dita. Mungkin semuanya tak akan
jadi seperti ini jika Rendy lebih bisa mengenal Dita. Semuanya memang butuh proses.
Tanpa proses, semuanya akan berakhir dengan rasa sakit. Rasa sakit yang membuat
kita mudah terjatuh dan sulit untuk bangun kembali.
Semuanya memang
butuh cinta, tapi tinggal bagaimana cara kita membut cinta itu lebih bermakna
untuk hidup kita. Membuat hidup lebih berwarna. Terkadang cinta seperti hujan
di siang hari. Hujan yang disertai teriknya matahari akan membuat pelangi.
Pelangi kehidupan yang membuat hidup lebih indah.
Hari demi hari
telah terlewati. Kawan-kawan Rendy telah menjenguk dengan senang hati. Semuanya
bahagia. Semuanya bergembira saat mereka semua datang. Memang, sahabat sejati
mampu membuat semuanya lebih bahagia. Gabriel dan Bagas. Sahabat sejak
perjalanan pertama di Cuban Rondo. Sahabat sejati yang tak akan pernah
terganti. Canda tawa mereka pecah ke seluruh ruangan tempat Rendy dirawat.
“Ren, kamu sudah
ketemu dengan Dita belum? Itu tuh, perempuan yang waktu itu kita lihat di Cuban
Rondo”, ucap Gabriel yang masih belum mengerti permasalahan hidup Rendy
“Perempuan itu?
Udah lupakan saja. Dia udah berbahagia dengan orang lain yang lebih pantas
untuknya. Jodoh ku bukan dengan Dia”, jawab Rendy dengan suara perlahan.
“Lho? Jadi...”
“Wes ojok dipikir. Masih banyak perempuan
di dunia ini. Bukan Dita aja, jadi kesempatan mu masih banyak dan bahkan masih
banyak perempuan yang jauh lebih baik dari Dita”, ucap Bagas memotong
pembicaraan.
“Tapi kalau hati
ku udah memilih Dita untuk menjadi pendamping di hidup ku bagaimana? Apa aku
harus menghindar? Apa aku harus terus berlari dan berusaha menemukan pengganti
yang lebih baik?”, ucap Rendy menjelaskan semuanya. “Belum tentu hati ku ingin
berpindah ke lain hati juga... iya kan?”
Semuanya terdiam
setelah mendengarkan penjelasan dari Rendy. Rintikan air di luar jendela pun
terdengar seiring dengan fajar di ufuk barat. Tak ada yang mampu menjawab
perkataan Rendy. Tak ada yang bisa merasakan apa yang Rendy rasakan.
*****
Suara mobil
terdengar dari arah luar rumah. Dengan pasti Mami membukakan pintu dan melihat
siapa yang datang. Terlihat mobil berwarna merah muda yang biasa dipakai oleh
Aurel. Ternyata bukan hanya Aurel saja yang berada di dalam mobil tersebut.
Seorang lelaki memakai kaos lengan panjang dan kacamata. Tubuh yang tadinya
layu, kini kembali tegap dan mampu untuk menjalani kegiatan seperti biasanya. Rendy.
Kini dia sudah kembali dari rumah sakit setelah melewati hari-hari sulit. Dia
perlahan berjalan keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah. Dengan pelukan
hangat, Mami menyambut kenonakannya tercinta itu. Pelukan hangat seperti
pelukan dari seorang Ibu. Hangat. Menyejukkan.
Di siang hari
yang terik ini, Rendy hanya bisa berbaring dikamarnya yang telah ia hancurkan
dulu. Kamar yang telah ia rusak. Kini entah bagaimana caranya, semua kembali
tertata dengan rapi. Rak buku yang berisi puluhan buku, kini kembali seperti
sedia kala. Meja dan poster AC Milan kini terukir indah di ruangan kamar Rendy.
Seakan semuanya tak pernah terjadi, kejadian malam itu. Malam yang sangat
mencekam.
Tok ! Tok ! Tok
!
“Langsung masuk
aja...”, teriak Rendy dari dalam kamar. Perlahan pintu kamar Rendy terbuka.
Aurel. Dia datang membawa segelas susu hangat dan beberapa lapis roti untuk
Rendy makan. Susu yang membuat hati menjadi hangat dan lebih nyaman, tapi belum
mampu untuk menutup lubang masa lalu yang terlalu dalam dan menyakitkan.
“Gimana keadaan kamu, Ren? Udah baikan
belum?”, ucap Aurel membuka pembicaraan.
“Udah baikan
kok. Lukanya juga udah mulai hilang...”, jawab Rendy.
“Yakin sudah
hilang semua?”, tanya Aurel lagi mencoba membuka hal yang sebenarnya terjadi pada
Rendy.
“Hmm... Belum
sih. Disini...”, jawab Rendy sambil menekan-nekan dadanya. “Luka hati ku masih
belum bisa terobati, masih terluka cukup dalam. Aku masih bingung apa yang
harus aku lakukan, Rel.”
“Aku tahu kok
apa yang kamu rasakan saat ini. Sebaiknya kamu jangan bicara tentang cinta lagi
untuk sementara ini, biar hati mu menyembuhkan lukanya sendiri dan menatanya
untuk orang lain yang lebih pantas untuk kamu.”
(Y) baguuussssss............ penuh pengorbana ngetik segitu banyaknya ya pastiii :D
BalasHapus