Bab 6 : Kabar Sedih Dari Aurel
Hujan yang
semalam turun membuat ruangan ini terasa lebih dingin. Ruangan kecil yang
berisi tempat tidur, televisi dan berbagai macam obat yang diperlukan. Sering
kali tercium bau obat yang menyengat hidung. Tempat yang dulu pernah dipakai
Rendy. Iya dulu. Disaat dia terluka. Kali ini berbeda. Mami yang harus
berbaring di kasur tipis yang hanya memiliki satu bantal untuk tidur. Keadaan
yang berbeda dari apa yang Mami rasakan sebelumnya.
Masih teringat
di benak Rendy. Malam itu. Malam disaat semuanya tenang. Malam yang saat itu
awalnya terlihat indah. Semuanya hilang dalam sekejap saat memasuki kamar Mami.
Wajah yang tadinya ceria, kini menjadi pucat dengan darah yang terus mengalir.
Sampai pagi ini
Mami masih belum sadar. Aurel dan Rendy juga masih mencemaskan keadaan Mami
yang terlihat semakin memburuk. Saat Aurel berjaga sendirian di depan ruangan
Mami, datang seorang Dokter yang mengajak Aurel untuk keruangannya. Di ruangan
sempit dan bersih itu, Dokter menjelaskan semua penyakit Mami. Saat Aurel mulai
menerima dan membaca keterangan penyakit dari Dokter, Aurel langsung terkejut
dan masih tidak percaya dengan semua penyakit Mami. Jantung lemah, penyakit
hati dan paling menyeramkan yaitu Kanker.
Dokter yang saat
itu masih duduk di depan Aurel, mengatakan bahwa nyawa Mami tinggal sebentar lagi. “Orang tua anda dinyatakan positif terjangkit Kanker, mungkin hanya bertahan
selama dua sampai tiga minggu lagi, bahkan bisa lebih cepat. Saya minta maaf”,
ucap Dokter muda itu. “Apa, dok? Tiga minggu? Enggak.. enggak. Mami masih bisa
bertahan, dok. Tolong
lakukan semuanya demi Mami saya dok!”, teriak Aurel yang masih belum bisa percaya dengan semua apa yang terjadi. “Iya sudah. Kami sudah melakukan semua apa yang kami bisa, tapi takdir berkata lain.”.
Sedikit demi
sedikit air mata Aurel mengalir. Mengalir membasahi pipi sampai dagunya.
Keterangan Dokter yang ia terima tadi langsung ia simpan baik-baik, berharap
Mami tidak mengetahui semua ini dan berharap Mami tidak akan pergi.
Aurel masih
belum bisa menenangkan keadaannya yang kacau balau. Dia hanya bisa melihat Mami
dari jendela ruangan Mami dirawat. Sekuat tenaga dia menyembunyikan semuanya
dari Mami. Saat Mami tertidur, saat itulah Aurel memikirkan hal yang tak
seharusnya ia pikirkan. Ia masih sangat khawatir dengan Mami.
Mungkin ini
semua berawal sejak saat itu. Iya, saat itu. Saat dimana semua khawatir melihat
Mami. Mami yang saat itu sulit sekali untuk bernafas. Setelah pulang dari
olahraga pagi. Mungkin sejak saat itu Mami mulai terjangkit penyakit ini, atau
sebelum semua ini berawal. Semuanya sudah terlambat, penyakit Mami menjadi
lebih parah dari sebelumnya. Penyakit yang dikira hanya penyakit biasa, kini
menjadi penyakit yang mampu merenggut jiwa.
*****
Jam menunjukkan
pukul dua pagi. Tepat dua minggu setelah kejadian malam itu. Semuanya masih
terlelap dalam tidurnya. Bermimpi sesuatu yang indah. Awalnya semua terlihat
seperti biasa, tapi ini adalah awal dari segalanya.
Saat itu hanya
ada Aurel yang menemani Mami. Entah mengapa malam ini Aurel sangat sulit
memejamkan kedua matanya. Angin bertiup kencang dari luar. Lampu yang biasanya
menyala dengan terang, kini mulai redup terkikis oleh waktu.
Malam itu Mami
terbangun dari tidurnya, mengatakan beberapa hal untuk Aurel anaknya. “Tolong
belikan Mami kain yang ada di depan rumah sakit ya, Aurel?” ucap Mami sekuat
tenaga. “Buat apa kain, Mami?” tanya Aurel kebingungan. “Udah kamu beli saja,
sekalian Mami titip salam buat Rendy”. Seketika jantung Aurel berdegup dengan
kencang mendengar apa yang barusan Mami katakan. Seakan tidak mau mengecewakan
Mami, Aurel mulai melangkahkan kakinya keluar ruangan untuk membeli kain yang
di pesan Mami.
Baru saja
melangkah keluar dari Rumah Sakit, Aurel lupa menanyakan warna apa kain yang
Mami inginkan. Dengan pasti ia kembali ke ruangan Mami. Langkahnya semakin
cepat seiring dengan kekhawatiran yang belum pernah ia rasakan.
Saat memasuki
ruangan. Tangisan Aurel pecah ke seluruh penjuru ruangan. Mengabarkan berita
duka. Duka kehilangan seseorang yang di cinta. Dia hanya bisa menangis disaat
Dokter dan perawat menutup tubuh Mami dengan kain kafan. Kain?. Apa ini kain yang Mami
maksud?. Mungkin ini yang Mami maksud dengan kain. Semuanya sudah
terlambat. Seharusnya Aurel tahu tentang ini sebelumnya sehingga ia bisa
menjaga Mami untuk seterusnya dan hal ini tidak akan pernah terjadi. “Mami!
Jangan tinggalin kita sendirian! Kami masih butuh Mami!” ucap Aurel dengan
mengeluarkan air mata yang terus-menerus membasahi pipinya. Air mata kesedihan
dan kehilangan. Air mata yang menceritakan beribu cerita. Cerita suka maupun
duka. Tetap bersama.
“Mami titip salam buat Rendy”. Kata terakhir
dari Mami
*****
Sudah dua hari
Rendy tidak terlihat. Tidak seperti biasanya dia seperti ini. Dia juga belum
tentang semua ini. Tentang Mami. Entah dia pergi kemana, yang pasti Aurel akan
tetap menanti. Menanti kedatangan Rendy yang mungkin sangat sulit untuk
menerima keadaan seperti ini.
Jam mununjukkan
pukul empat sore. Aurel langsung menancap gas menuju ke kafe depan universitas
Rendy sekarang. Biasanya pada jam seperti ini, Rendy sedang menikmati secangkir
kopi dan menikmati kesendiriaannya. Sesampainya di kedai kopi, Aurel langsung menajamkan
penglihatannya untuk menemukan orang yang dia cari. Setelah berjalan beberapa
langkah dari tempatnya semula, dia akhirnya berhasil menemukan Rendy.
“Ren, kamu
kemana aja? Udah dua hari kamu gak ngasih kabar ke aku”, ucap Aurel yang masih
khawatir.
“Aku menginap di rumah teman ku, Rel. Maaf
ya”, jawab Rendy.
“Hmm.. kamu udah
tahu belum kabar tentang Mami?”, ucap Aurel perlahan.
“Mami? Emang
Mami kenapa? Oh iya, aku lupa belum sempat jenguk Mami. Udah aku kesana dulu
ya”
“Tunggu Rendy”,
ucap Aurel dengan memegang tangan Rendy yang saat itu sedang terburu-buru.
“Ada apa lagi,
Aurel?”
“Hmm.. Kamu
nggak perlu jenguk Mami lagi. Kamu hanya perlu mendoakannya”, ucap Aurel
perlahan. “Dua hari yang lalu Mami meninggal, Ren. Di kamarnya. Mami menderita
penyakit yang sangat ganas. Kanker.”
“Serius? Kenapa
harus terjadi lagi hal seperti ini? Kenapa, Rel? Aku udah menderita karena
Dita. Sekarang? Sekarang malah Mami yang ninggalin kita buat selamanya. Kenapa,
Rel? Kenapa harus kita?”, ucap Rendy dengan keras sehingga mengganggu pengunjung
yang lain. “Okey. Sekarang juga antar aku ke makam Mami. Aku punya salah banyak
banget ke Mami.”
“Iya, Ren”, ucap
Aurel seraya membersihkan air mata yang keluar membasahi pipinya.
Ini bukan akhir
dari segalanya. Hanya Mami yang meninggalkan kita. Meninggalkan dunia dan
kembali kepada-Nya. Semua manusia pasti mengalami hal yang sama. Hanya bisa
berdoa atas semua dosa.
Selamat jalan Mami. Semoga Engkau diterima di
sisi-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar