Sabtu, 24 Agustus 2013

Bertahan Karena Cinta : Bab 7



Sudah satu minggu lebih sejak hari dimana Mami meninggalkan Rendy dan Aurel. Luka mendalam masih terasa di hati mereka, khususnya Aurel. Dia yang waktu itu disana saat Mami pergi dan terlelap dalam tidurnya untuk selamanya. Kini Mami benar-benar pergi. Meninggalkan goretan tinta emas yang susah untuk dilupakan.

Kini semua keluarga besar Rendy terus berdatangan. Duka yang mendalam semakin terasa saat Rendy memasuki ruangan kamar Mami. Memori kelam kini kembali terulang. Semuanya berakhir begitu cepat. Hidup memang harus terus berlanjut. Membuka lembaran baru dan mempelajari kesalahan yang terjadi sebelumnya.

Seperti malam sebelumnya. Hujan terus membasahi celah-celah bangunan dan rongga-rongga kehidupan. Mencari masalah dan keributan. Serta membuat hal yang tak seharusnya diperdebatkan. Semua masalah harusnya selesai dengan sendirinya, tanpa harus tau siapa yang disalahkan.

Di kamar ini Rendy menyindiri. Hanya dia seorang yang mampu mengobati luka di hati. Kehilangan Dita. Kehilangan Mami. Semua terasa pahit dan sulit untuk diobati. Hanya cinta abadi yang mampu menghilangkan cerita buram di masa lalu. Cinta karena ketulusan hati, bukan cinta sesaat yang menyayat hati. Bukan juga cinta yang membuat seseorang tidak pernah jatuh cinta lagi. Memang.. jatuh itu sakit, tapi lebih sakit disaat kita tidak ada untuk orang yang lebih membutuhkan kita. Entah itu disaat suka maupun duka.

Cinta hanya sedikit kata yang menggambarkan kehidupan manusia. Sedikit kata, tapi banyak makna. Sedikit berbicara, tapi banyak berjuang. Berjuang menemukan arti cinta yang sebenarnya. Selalu mencoba bangkit, disaat jatuh. Selalu mencoba bahagia, disaat sakit melanda.

Malam ini hanya secangkir kopi yang mampu menemani kesendirian Rendy. Kopi yang menyuguhkan beragam rasa dan beragam cerita. Kopi hanya untuk Rendy sendiri. Tiada yang tahu betapa terpuruknya Rendy disaat sendiri. Bintang dan Bulan tidak lagi menjadi penambat hati tempatnya bercerita. Hanya Rendy dengan rintikan hujan yang semakin deras mengguyur, menambah cerita disaat duka melanda.

Disaat menikmati kehangatan kopi malam itu, handphone Rendy berbunyi dengan nyaring. Dengan malas Rendy menggapai handphone yang tak jauh dari tempatnya.

“Halo Ren, besok mau nggak nongkrong bareng kita?”, ucap orang itu. Terlihat sekali logat jawa yang ia gunakan.
“Nongkrong? Kamu siapa ya?”, ucap Rendy dengan nada malas
“Wah, kamu kok lali se sama teman mu sendiri. Aku iki Bagas, Ren. Teman kamu sejak pertama kuliah”, ucap lelaki itu.
“Oh Bagas. Ada apa telfon malam-malam gini?”, ucap Rendy sambil melihat jam yang terpasang di dinding kamarnya.
Lali pisan kan.. Kamu mau nggak ikut kita besok pagi nongkrong di kafe kita biasanya? Jangan galau terus dong. Move on dong.”
“Oh.. Okey. Besok pagi ya.”
“Okey, Ren. Udah semangat dong! Jangan lemes terus.”
“Iya. Makasih.”, ucap Rendy di ujung pembicaraan.

Pembicaraan singkat untuk memulai kisah yang baru

*****

Embun pagi masih menempel di dedaunan. Burung-burung berterbangan kesana-kemari menghirup udara yang sejuk pagi ini. Embun juga masih menutupi sebagian kota. Hujan satu malam yang memberikan banyak perbedaan. Menandakan harus melupakan masa lalu dan membuat cerita yang baru.

Jam menunjukkan pukul sembilan pagi. Waktunya Rendy untuk keluar dari kesendirian dan kembali bahagia seperti sedia kala. Dengan motor bututnya ia mengelilingi kota Surabaya menuju ke tempat yang ia tuju. Seiring dengan perjalanannya, Rendy melihat berbagai macam cerita dari berbagai macam latar belakang yang berbeda. Entah itu bahagia, ataupun luka.  Mungkin semua itu adalah hal yang biasa. Bahagia disaat bersama, dan luka disaat harus memutuskan ikatan cinta yang terjalin sekian lama.

  Di ujung jalan terlihat tempat yang Rendy tuju. Kopi Muda Mudi. Nama yang menggambarkan pengunjung yang datang di kedai kopi ini. Segera Rendy memarkirkan motornya. Dari kejauhan terlihat Bagas dan Gabriel sedang berbincang dengan seorang wanita. Siapa dia?. Entah lah, yang jelas Rendy datang kesini hanya sekedar bercengkrama dengan sahabat-sahabatnya.

“Hai, Ren. Akhirnya kamu datang juga.”, ucap Gabriel membuka pembicaraan.
“Maaf lama, tadi terjebak macet sebentar.”
“oh iya, kenalin nih teman ku. Namanya Tiara Chintya Anantafelia. Panggil aja Tiara”, ucap Gabriel sambil memperkenalkan Rendy.
“Oalah. Aku kirain siapa tadi. Aku Rendy”, ucapnya seraya bersalaman dengan Tiara.
“Aku Tiara. Salam Kenal ya”, balasnya dengan senyuman yang menyejukkan hati. Senyuman yang tulus. “Ayo duduk.”

Awalnya biasa saja, tapi lama-kelamaan ia mulai merasakan getaran yang tak seperti biasanya. Perlahan Rendy memandang Tiara yang duduk berada disebelahnya saat itu, meskipun sedikit jauh. Disaat yang sama ternyata Tiara juga memandang Rendy. Tatapan mata mereka bertemu pada satu titik yang indah. Hanya mereka berdua. Cinta?. Bukan. Ini bukan cinta, tapi mengagumi seseorang yang baru dikenal.

Cinta tak datang secepat itu. Cinta juga bukan hal yang biasa. Cinta datang disaat kita merasakan hal yang berbeda, disaat kita ingin memiliki orang yang kita cintai. Semuanya juga butuh waktu. Termasuk cinta. Dari awal perkenalan, sering komunikasi, sampai akhirnya merasakan jatuh cinta.

Perlahan tatapan indah mata itu terbuyarkan karena ulah Gabriel. Tiara yang saat itu juga terganggu karena Gabriel, hanya bisa memberikan senyuman manisnya itu. Senyuman yang sulit untuk dilupakan.

Setengah jam kemudian mereka memutusan untuk kembali ke rumah masing-masing. Begitu juga dengan Rendy. Baru hari ini dia merasakan kebahagiaan setelah beberapa minggu terakhir. Kebahagiaan yang datang lewat Tiara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar